Jakarta,1 September 2014/ 6 Dzul Qa’idah 1435 H
Tanggapan Muslimah HTI Pelarangan Kerudung di Papua
Seorang siswi SD Negeri Entrop di Jayapura Papua mendapat teguran,
dipulangkan bahkan diusir agar pindah ke sekolah lain karena memakai
kerudung (jilbab) ke sekolah (18/8). Meski orang tua siswa tersebut
meyakinkan kerudung yang dipakai anaknya tidak mengganggu kegiatan
belajar mengajar, pihak sekolah tetap menganggapnya sebagai pelanggaran
aturan berseragam. Kepala sekolah di sekolah pemerintah tersebut
beralasan pelarangan tersebut adalah demi keseragaman dan mengajarkan
kebersamaan. Karena Papua mayoritas non muslim, bila siswi muslim ingin
memakai pakaian muslimah semestinya memilih sekolah Islam.
- Ini adalah tindakan diskriminatif dan dzalim terhadap siswa
muslim yang terus berulang terjadi di lembaga pendidikan. Terutama di
daerah yang muslim bukan mayoritas. Pemerintah pusat lemah dalam
pengawasan dan cenderung menunggu terjadinya kasus yang diangkat
masyarakat, baru berkomentar akan memberikan sanksi pada pihak sekolah
atau dinas pendidikan. Sebelumnya juga terdapat larangan serupa dengan
alasan sama terhadap siswi muslim di berbagai wilayah Bali, di Maluku
dan di Sorong Papua.
- Berulangnya pelanggaran terhadap hak muslim untuk beribadah
dan pembangkangan terhadap regulasi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat ini patut diwaspadai. Apalagi dilakukan oleh pimpinan
sekolah milik pemerintah atau lembaga negara lainnya. Lalu dimana letak
toleransi? Bukankah ini mengganggu integrasi sosial dan bisa menjadi
benih perpecahan dan konflik horisontal? Sangat berbahaya bila
diabaikan.
- Bila konsisten pada penegakan HAM dan perwujudan toleransi,
di negara demokrasi semestinya tidak ada larangan tersebut. Namun bisa
kita lihat pejuang HAM dan aktifis perempuan dan demokrasi tidak banyak
bersuara terhadap berbagai kasus pelarangan kerudung baik di sekolah
maupun di berbagai lembaga pemerintah. Berbeda dengan lantangnya mereka
menyuarakan kebebasan, toleransi dan hak memakai rok mini, aliran sesat
dan pembangunan rumah ibadah non muslim. Ini membuktikan bahwa
demokrasi dan seruan penegakan HAM dan toleransi hanya untuk memuluskan
kebatilan dan memfasilitasi pelaku kemaksiatan. Demokrasi absen dan
mandul membela kepentingan muslim, apalagi kepentingan Islam.
Hendaknya kita sadari menggantungkan harapan pada sistem demokrasi untuk
mewujudkan kemuliaan Islam dan kebaikan kaum muslim hanyalah
fatamorgana. Inkonsistensi dan kelemahan demokrasi semakin terbukti.
Tidak perlu menunggu lagi untuk mencampakkan demokrasi dan mengambil
islam dan sistem Khilafah sebagai gantinya, untuk menata seluruh aspek
kehidupan kita.
Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia
Iffah Ainur Rochmah
HP : +628111131924
Email: iffahrochmah@gmail.com
[al-khilafah/tajukislam]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar