Buku Agama Islam SMK XI |
Kaum
Muslimin khusunya para pendidik dan orang tua harus mewaspadainya. Pada
halaman 5 buku terbitan penerbit Kristen tersebut, tertulis makna
kosakata “ulil amri” dalam menjelaskan Surat An Nisa ayat 59:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya "
Penulis
buku yang terdiri dari Hj. Iim Halimah; H. Abd. Rahman; H.A. Sholeh
Dimyathi; dan H. Ridhwan itu menjelaskan makna “ulil amri” sebagai
berikut:
“Para
ulama berbeda pendapat tentang maknanya. Ada yang berpendapat bahwa
maksud kata ‘penguasa’ adalah imam-imam di kalangan ‘ahlul bait’
(keluarga Nabi saw. Dari keturunan Ali dan Fatimah), ada yang mengatakan
bahwa maksudnya adalah ‘penyeru-penyeru’ pada kebaikan dan ada pula
yang berpendapat ‘pemuka-pemuka agama yang diikuti kata-katanya’.”
Penjelasan
“ulil amri” dengan pemahaman bahwa mereka adalah Imam-imam Syiah jelas
berasal dari agama Syiah, anak kandung Yahudi, bukan pemahaman umat
Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang mengikuti tuntunan Nabi Muhammad
Shallalahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Dalam Tafsir Departemen Agama Republik Indonesia, disebutkan berikut, “…ulil
‘amri yaitu orang-orang yang memegang kekuasaan di antara mereka.
Orang-orang yang memegang kekuasaan itu meliputi: pemerintah, penguasa,
alim ulama dan pemimpin-pemimpin. Apabila mereka telah sepakat dalam
suatu hal, maka kaum muslimin berkewajiban melaksanakannya dengan syarat
bahwa keputusan mereka tidak bertentangan dengan isi Kitab Alquran.
Kalau tidak demikian halnya, maka kita tidak wajib melaksanakannya,
bahkan wajib menentangnya, karena tidak dibenarkan seseorang itu taat
dan patuh kepada sesuatu yang merupakan dosa dan maksiat pada Allah
SWT.”
Ibnul Jauzi menyatakan: “Mengenai ulil amri terdapat empat pendapat. Pertama, Ulil
amri adalah para pemimpin (umara’). Pendapat tersebut diungkapkan oleh
Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas -dalam sebuah riwayat-, Zaid bin Aslam,
as-Sudi dan Muqatil. Kedua, mereka adalah para ulama. Pendapat
ini diriwayatkan oleh Abu Thalhah dari Ibnu ‘Abbas. Ini juga merupakan
pendapat Jabir bin Abdullah, al-Hasan, Abu ‘Aliyah, ‘Atha’, an-Nakha’i,
adl-Dlahak, Khushaif juga meriwayatkannya dari Mujahid. Ketiga,
mereka adalah para shahabat Nabi radliyallahu ‘anhum. Ibnu Abi Najih
meriwayatkannya dari Mujahid. Abu Bakar bin Abdullah al-Muzani juga
berpendapat demikian. Keempat, mereka adalah Abu Bakar, Umar. Ini merupakan pendapat ‘Ikrimah.”
Dari
keempat penafsiran tersebut tidak ada satupun yang menyatakan pemahaman
ulil amri sebagaimana yang dinyatakan oleh penyusun buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMK Kelas XI kurikulum 2013 itu. Waspadalah! (arrahmah.com/ti)
Posting Komentar