KEPUTUSAN negara melegalkan aborsi, membuat kecenderungan perilaku seks
bebas meningkat. Perilaku ini pun kembali merambah kalangan remaja SMA
di Kota Bogor. Menemukan pelajar yang 'nyambi' jadi PSK gampang-gampang
susah. Beruntung, seorang teman mengenalkan dengan salah satu pelajar
SMA yang kerap 'nyambi'. Nia (bukan nama sebenarnya, red), adalah satu
dari pelajar yang kerap 'nyambi'. Dia masih duduk di bangku kelas 11 di
salah satu SMA di kawasan Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor
Barat.
Nia (16) memang mengaku gemar bersetubuh. Namun bukan karena uang,
melainkan kesenangan. Baginya, melakukan persetubuhan merupakan
kebutuhan biologis yang diperlukan bagi setiap manusia. Tak heran, meski
usianya terbilang muda, namun penjelajahannya mengarungi samudra cinta
tak perlu diragukan.
Kegemaran yang menyimpang dari anak seusianya itu membuat Nia kecanduan.
Bahkan, wanita berseragam putih abu ini mulai beranggapan kalau semua
lelaki adalah sama. Mengatasnamakan cinta hanya ingin menikmati
kemolekan tubuhnya.
Meski demikian, dia menganggap hal itu wajar. Tak ada kebencian dan
keresahan bagi tiap lelaki, yang hanya datang kemudian pergi
meninggalkannya begitu saja, setelah melepaskan hasrat seksualnya.
Maklum, kisah pahit percintaan yang dialaminya berkali-kali, rupanya
membentuknya menjadi seperti itu.
“Wajar saja. Itu kan kebutuhan biologis. Toh, aku menyukai dan menikmati
hal itu. Tapi inget loh aku bukan cewek murahan, karena tidak semua
lelaki yang mengajak bersetubuh, aku mau,” kata Nia di sebuah mal di
bilangan Jl. Merdeka, seperti dilansir dari Radar Bogor (Grup JPNN),
Minggu (24/8).
Dia mengatakan, kesukaannya bersetubuh diawali dengan kisah cintanya
dengan para lelaki dewasa yang lebih tua dibandingkan dengannya, yang
pada saat itu masih pelajar SMP. “Kelas 3 SMP saya punya pacar anak
kelas 3 SMA. Saya pacaran sama dia sekitar satu tahun. Selama pacaran,
saya sudah seperti suami istri. Tiap kali bertemu pasti 'gituan'. Namun,
hal ini dilakukan sewaktu rumah kami tengah kosong tak ada orang tua,”
kata wanita berambut panjang ini.
Maklum, sambung dia, rumah kosong bukanlah hal yang jarang baginya.
Sebab, kedua orang tua bekerja, membuat dia dan sang pacar bebas. “Aku
melakukannya karena merasa yakin jika dia akan menjadi suamiku kelak.
Aku tidak takut dosa. Kan kita sama-sama mau. Jadi, tidak ada unsur
paksaan. Dosa kan terjadi kalau ada paksaan,” begitulah pendapat wanita
yang dibesarkan di Bogor ini.
Sewaktu putus pun, dia mengaku tak menyesal telah disetubuhi
berkali-kali oleh mantan kekasihnya itu. “Habis, mau diapakan lagi.
Tidak baik menyesali langkah yang sudah diambil. Memang sih, awalnya
sakit banget hati ini,” terangnya seolah tak memiliki beban.
Namun, tanpa disadari, kebiasannya melakukan persetubuhan itu membuatnya
menjadi semakin 'gila'. Siswi yang menggunakan kawat gigi ini bak kuda
liar yang lepas dari kandang. Nia makin tidak ragu bersetubuh. Bahkan,
dengan lelaki yang baru beberapa hari dikenalnya. Syaratnya cukup mudah.
Hanya terlihat menarik baginya, sudah cukup.
Tak sedikit, dirinya pun mulai menjalin hubungan dengan lelaki yang
lebih dewasa. Mulai dari usia 22 sampai 27. Dari yang gemuk sampai yang
kurus. “Aku udah coba semua. Ada yang datang dan pergi, ada pula yang
bertahan berhubungan hingga saat ini. Tapi aku ga pernah minta uang sama
mereka. Namun, terkadang ada pula yang sering kasih pulsa, jajan, dan
uang. Kalau dikasih ya gak nolak,” tuturnya.
Saat ditanyakan soal pendidikan seks, wanita berdarah campuran
Jawa-Sukabumi ini, mengaku tak pernah mendapatkan hal itu dari orang
tuanya. Soal seks hanya didapatnya dari teman, majalah, buku, dan film
yang ditontonya di gadget maupun di DVD. “Adapun pelajaran lainnya, ya
dari pacar sewaktu di kamar,” ucap remaja bau kencur ini. Dia dan sang
kekasih mengaku tahu harus melakukan apa, supaya hubungan seks
pranikahnya itu tidak menimbulkan malapetaka alias hamil.
Kedua orang tuanya tak mengetahui sama sekali dengan prilaku buruknya
itu. Kata dia, bersikap ramah, sopan santun, dan tak melawan orang tua,
membuat ayah dan ibunya tak mencurigainya. “Aku tak pernah cerita sama
orang tua. Mungkin bila dia tahu, mereka bisa meninggal kena serangan
jantung. Apalagi, bila sampai dia tahu kalau aku pernah digilir tiga
pria kakak kelasku sendiri,” katanya.
Menurutnya, perilaku seks bebas di kalangan remaja bukan hal asing.
Bahkan, ada beberapa temannya yang sengaja merayu pria dewasa, yang bisa
ditemui di mal dan tempat umum lainnya, untuk mendapat uang dan barang
berharga seperti ponsel model terbaru, jam tangan bermerek, sepatu, tas,
dan sebagainya.
“Tapi yang mereka lakukan itu bukan profesi, hanya iseng saat tak punya
uang. Bahkan, ada teman saya yang menjual keperawanannya tembus hingga
Rp25 juta. Dijualnya kepada orang Jakarta melalui jasa temannya. Tentu
saja, temannya itu dapat keuntungan dari itu,” ucap wanita dengan berat
43 kilogram ini.
Akan tetapi, dia tak mengetahui berapa keuntungan yang didapat dari
penjualnya itu. “Saya kurang tahu untuk itu. Saya juga tidak tertarik
untuk melakukan itu. Lebih baik saya kan yang melakukan itu dengan orang
yang kita sayangi, atas dasar suka sama suka. Bukan karena uang dan
barang. Mungkin karena mereka kekurangan ekonominya,” jelas wanita
dengan tinggi 167 cm ini.
Menyikapi perilaku seks bebas di kalangan remaja, pakar psikologi Bogor,
Wiwik mengatakan, banyak faktor yang melatarbelakangi perilaku seks
bebas. Di antaranya lemahnya pemahaman agama, kurangnya perhatian orang
tua terhadap kondisi dan situasi lingkungan, pergaulan, perkembangan
teknologi, juga mendorong kecenderungan remaja melakukan prilaku buruk
yang datang dari luar. “Pengaruh buruk itu bisa berupa informasi yang
sesat tentang hubungan seksual, misalnya film, buku, dan sebagainya. Ini
bisa menjadi faktor remaja itu berperilaku seksual aktif,” terangnya.
Untuk itu, penting bagi orang tua memberikan pendidikan seks yang baik
dan benar guna mengantisipasi prilaku seks bebas tersebut. Sebab, anak
remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, hingga nekat melakukan
sesuatu yang baru.
Kata dia, risiko seks bebas dapat merugikan remaja itu sendiri, seperti
kehamilan, putus sekolah, rasa rendah diri, nikah muda, dan perceraian
dini. Selain itu, risiko lainnya yakni aborsi, penyakit menular,
gangguan saluran pada reproduksi, dan berbagai gangguan tekanan
psikoseksual di masa lanjut. “Ini harus dicegah, jangan sampai menyesal
di kemudian hari,” terangnya.
Sementara bagi remaja yang sudah gemar berhubungan seks, maka remaja
tersebut sudah menjadikan seks sebagai kebutuhan. “Sedangkan untuk
menikah dianggap belum memungkinkan,” katanya. (tik/c/jpnn)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar